Lorong rumah sakit begitu panas. Uap mentari menerobos pori-pori kulit. Jam menunjukan pukul satu siang. Di samping ruangan, ada sosok perempuan yang menjerit, matanya terbelalak menahan sakit. Keringatnya membanjari wajah, tangan dan tubuhnya. Tangannya erat memegang ranjang. Di sampingnya ada seorang lelaki yang tengah memegang tasbih, melantunkan zikir Illahi. Sedangkan tangan kiri lelaki tersebut memegang erat jari jemari perempuan yang ada di hadapannya. Tak lain, pemandangan yang tengah Faidah saksikan adalah proses melahirkan yang sangat luar biasa pengorbanannya.
Faidah merenung, hatinya berbisik kagum. “Duhai… begitu mulianya perempuan. Mengandung, melahirkan, menyusui dan menyapih. Sungguh tepat bila Islam menempatkan surga ada di bawah telapak kakinya. Ibu, terimakasih atas jasamu. Engkaulah matahari kehidupanku.”
“Hey… anda dengar ucapanku barusan?” dokter syam membuyarkan lirih hati Faidah. Faidah kaget bukan main.
“Oh maaf dok, tadi, saya lagi tidak fokus. Bisa kau ulangi?”
“Begini… bagaimana kalau sore nanti kita bawa Vira ke bibir pantai, di sana kita biarkan dia duduk di kursi roda, menikmati senja yang teramat ia cintai.”
“Terus?”
“Terus… biarkan apa reaksi selanjutnya dari Vira.”
“Kau yakin, dok?” faidah tampak ragu. Dokter syam mengangguk.
“Anda tidak percaya keajaiban Tuhan?” Faidah tersenyum getir, menghela nafas.
***
Hampir satu pekan faidah tidak pulang ke rumah, ia masih termangu di kotak kecil yang membosankan. Berteman denting jam, deru nafas vira, dan alat monitor, elektrokardiogram yang secara tiba-tiba bisa mengabari nasib akhir anaknya.
Faidah mengusap lembut kepala anaknya. Ia tepis perlahan matanya yang mulai basah. Jari lembut anaknya digenggam erat, didekatkan pada lehernya. Melihat sudut mata anaknya yang bening, faidah tersekat, tidak bisa bernafas.
Tak selang lama, dokter syam hadir dengan membawa kursi roda, faidah sekilas tersenyum. Pandangan mereka bertemu pada satu tatapan. Dokter syam langsung menjatuhkan pandangan.
“Sudah siap?” ucap dokter syam sembari mendorong kursi roda.
Faidah mengernyit. “Saya rasa cukup, dok.”
Sebelum pergi, faidah menutup rambut vira dengan kerudung hitam kesukaannya. Tubuh anaknya dibalut jilbab biru, tampak harmoni. Faidah tersenyum melihat penampakan anaknya yang sungguh anggun.
Dokter syam yang memegang kendali mobil, faidah dan vira duduk di kursi belakang. Kursi depan samping dokter syam dibiarkan kosong. Mereka pergi ke pantai kejawanan yang terletak di kota Cirebon berdekatan dengan pelabuhan Cirebon.
Sesampainya di tempat, banyak sekali orang-orang berhilir mudik. Ada yang memancing, memotret, berenang, naik perahu karet dan ada juga yang duduk-duduk di atas jangor sambil menikmati senja.
Udara di pantai kejawanan saat itu begitu sejuk. Di pantai kejawanan terdapat satu medan berbatu yang berjarak hampir satu kilometer membelah laut. Dokter syam memutuskan untuk bersantai menikmati senja di sana. Faidah menghadapkan vira ke arah matahari tenggelam.
Dokter syam memberi isyarat pada faidah untuk tidak bersuara. Para wisatawan perlahan meninggalkan pantai kejawanan. Tapi Vira masih dengan kebisuannya. Faidah sempat putus asa dengan saran yang diusulkan dokter syam. Manamungkin Vira bisa sadar dengan cara gila seperti ini. Bukankah ini mustahil?
Faidah masih dengan ketidakmengertiannya. Faidah tak sengaja menengadah ke atas, menakjubkan! Saat itu fenomena awan spiral terjadi di langit kejawanan. Faidah kelu tak bisa menjabarkan fenomena menakjubkan tersebut. Sebab fenomena awan spiral amatlah langka. Sebuah cahaya biru naik ke langit, berhenti di tengah lalu meledak dan berubah menjadi spiral raksasa yang menyerupai efek gelombang kejut, seakan-akan sebuah portal menuju dimensi lain sedang terbuka lebar.
Awalnya, sebuah cahaya biru terlihat naik. Cahaya itu putus di langit lalu mulai bersirkulasi dan meledak di udara. Dalam beberapa detik, sebuah spiral raksasa telah terlihat memenuhi langit kejawanan. Cahaya biru panjang itu terlihat selama sekitar 10 menit sebelum menghilang.
Beberapa detik kemudian, setelah awan spiral menghilang. Tiba-tiba mata vira bergerak. Faidah tersentak. Kalau mulutnya tidak langsung dibungkam oleh dokter syam, pasti faidah akan menjerit histeris, saking kagetnya.
Di bawah langit senja, bibir sang ibu mendesir parau… “Nak, suatu saat, bila senja enggan terbit di petala langit. Izinkan langit terbitkan senja di matamu.”
Dan…
Bersambung…
Insya Allah, lanjut ke episode 5...
wah jadi baper,,.. hahaha
BalasHapusBaper karena?
Hapussepanjang cerita sendu ya bang :'(
BalasHapusIni kang Rudiana Latif?
HapusMaksud dari sepanjang cerita sendu?
ya elahh kakk...
BalasHapusana serius bacanya nih -_-